AMIN: Kajian Lanjut

 

From: lanlen09
To: 'Pengurus Laman' <ebacaan@yahoo.com>
Sent: Monday, August 1, 2011 9:41 AM
Subject: AMIN
 

 

Salamun alaikum.

Semoga <dipadam> dan keluarga serta sahabat-sahabat di dalam Perlindungan dan Pengasihan-Nya.

Di sini saya sertakan artikel yang diterima dari sahabat Indonesia tentang Amin. Sangat baik untuk renungan kita bersama.

 

AMIN
Sang Berhala


Pengucapan amin sudah jadi sebahagian yang tidak terpisahkan dari keseharian umat Islam. Setelah membaca surat al-Fatihah menyebut amin, setiap kali selesai berdoa menyebut amin, kalau ada seseorang yang mendoakan pun oleh yang didoakan disahut dengan kata amin.

Pengucapan amin di dalam tradisi Islam didasarkan pada sebuah hadits yang berasal dari Abu Hurairah. Hadits tersebut menyuruh umat Islam agar ucapkan amin begitu imam shalat selesai membaca surat al-Fatihah. Ada yang mengatakan, sahutan amin-nya yang beriringan dengan sahutan amin malaikat, maka dosa-dosanya yang lalu akan dihapuskan.

Perintah untuk menyebut amin di akhir doa tidak ditemukan di dalam al-Qur’an. Alih-alih menyebut amin. Kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad itu memaparkan kepada kita sebuah penutup doa para ahli surga. Penutup doa mereka yang telah berada di dalam keridhaan Allah itu adalah Alhamdulillahirabbil ‘aalamiin.

“…Dan akhir seruan mereka: ‘Segala puji bagi Allah, Pemelihara semesta alam’.” (10:10)

Begitu pula dengan ucapan para malaikat, tidak ada keterangan al-Qur’an yang mengesahkan bahwa para malaikat ucapkan amin. Kalimat yang diucapkan oleh para malaikat di sisi Allah tidak lain dari Alhamdulillahirabbil‘aalamiin juga.

”Dan kamu akan lihat para malaikat mengelilingi Arasy dengan melafaz sanjungan Rabb mereka; dan dengan adil perkara diputuskan antara mereka; dan dikatakan,’Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam’.” (39:75)

Menilik tradisi agama-agama yang sudah lebih dahulu ada, sahutan amin/amen yang diajarkan oleh Abu Hurairah ini menemukan sumbernya di dalam Bible.

Lalu Ezra memuji TUHAN, Allah yang maha besar, dan semua orang menyambut dengan:“Amin, amin!”, … (Neh. 8:7)

Bila anda pernah mendengar sahutan amen/amin dalam acara kebaktian gereja dan lalu membandingkannya dengan sahutan amin dalam shalat berjamaah, memang terasa kesamaan gaya sahutannya. Kata amin/amen disuarakan dengan nada yang khas secara serentak sehingga menimbulkan gema yang cukup dalam dan panjang.

Catholic Encyclopedia vol. 1 1907 menyebutkan bahwa kata amen/amin sebagaimana yang digunakan pada acara kebaktian di gereja adalah berasal dari bahasa Ibrani (Yahudi).

“The word Amen is one of a small number of Hebrew words which have been imported unchanged into the liturgy of the Church ... 'So frequent was this Hebrew word in the mouth of Our Saviour', observes the catechism of the Council of Trent, "that it pleased the Holy Ghost to have it perpetuated in the Church of God.”

Amen, atau oleh orang Arab dan Melayu disebut amin, secara harfiah bererti "dipercayai". Dalam penggunaannya kemudian, kata amen / amin digunakan untuk mengekspresikan harapan terkabulnya permintaan. Ekspresi tersebut sama dengan ungkapan "mudah-mudahan".

Dengan berpandukan pada makna ungkapan amen / amin yang lebih kurang diertikan "mudah-mudahan", umat Islam tidak merasa ada masalah untuk ucapkannya walaupun ia tidak diajar di dalam al-Quran.

Berhubung sebutan amen / amin yang tidak pernah diajarkan Allah ini biasa digunakan di dalam solat mahupun doa, maka saya mengajak anda untuk bersikap lebih kritis dan berhati-hati dalam persoalan ini. Benarkah amen / amin hanya sebuah ungkapan yang bererti mudah-mudahan?

Bila kita memeriksa Bible, maka akan kita ketemukan bahawa sesungguhnya amen / amin bukanlah sekadar sebuah ungkapan. Amen / amin adalah sebuah nama!

"Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaah di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah" (Why. 3:14)

Salah satu anggapan yang popular di kalangan umat Kristian, disedar atau tidak, juga dengan jelas telah melayan amen / amin sebagai sebuah nama.

"We ask this in Thy Name, Amen"
"We praise Thy Name, Amen"
"We ask this in the Name which is above every Name, Amen"
"Praise the Lord" - with the communal response: Amen "

Nama amen / amin sebagaimana yang digemakan oleh umat Islam, Kristian, dan Yahudi di masjid-masjid, gereja-gereja, dan sinagog-sinagog sinonim dengan ungkapan Aum (dibaca: Om) yang digunakan oleh umat Hindu dan Buddha di dalam doa dan ibadat mereka.

Di dalam Maitri Upanishad dikatakan bahawa Aum adalah suara pertama di alam semesta. Pernyataan di dalam Maitri Upanishad tersebut selaras dengan pasal Bible yang mengatakan bahawa yang pertama ada adalah "kata".

"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (Yoh. 1:1)

Pada terjemahan Bible berbahasa Inggeris versi King James, frasa "pada mulanya adalah Firman" pada pasal di atas berbunyi "In the beginning was the Word". Pada mulanya adalah kata.

Sebagaimana yang telah dimaklumkan oleh Bible bab Wahyu pasal 3:14, "kata" yang didakwa sebagai permulaan ciptaan Tuhan bahkan sebagai Tuhan itu sendiri adalah amen / amin / aum.

Kita sudah mengetahui bahawa amen / amin / aum adalah sebuah nama. Tapi, nama siapa?
Columbia Encyclopedia, 6th Edition 2001 memaklumkan bahawa Amen adalah salah satu trinitas dewa berhala bangsa Mesir kuno. Amen sempat jadi dewa yang paling berkuasa di Mesir dan kedudukannya diidentitikan sebagai dewa Zeus bangsa Yunani.

"Amun or Amen, Egyptian deity. He was originally the chief god of Thebes; he and his wife Mut and their son Khensu were the divine Theban triad of deities. Amon grew increasingly important in Egypt, and eventually he (identified as Amon Ra; see Ra) became the supreme deity. He was identified with the Greek Zeus (the Roman Jupiter).

Amon 's most celebrated shrine was at Siwa in the Libyan desert; the oracle of Siva later rivaled those of Delphi and Dodona. He is frequently represented as a ram or as a human with a ram 's head. "

Proses penyerapan nama berhala Mesir purba ke dalam bahasa Ibrani (Yahudi) tentunya berlangsung ketika bangsa Yahudi jadi budak raja-raja Mesir pada era dinasti ke XVIII dan dinasti ke XIX "Kerajaan Baru" sekitar tahun 1570 SM sampai dengan 1225 SM. Pada tempoh itu dewa utama bangsa Mesir adalah Amen, yang kemudian seiring dengan pengaruhnya yang semakin besar digelar sebagai dewa matahari ("Ra").

Merujuk kepada al-Quran, kita mengetahui bahawa raja-raja Mesir (para Firaun) memang menanamkan keyakinan bahawa diri mereka adalah Tuhan. Tidak menghairankan kalau kemudian kita dapati adanya usaha untuk meletakkan amen / amin / aum ini sebagai entiti "Tuhan" dengan misalnya menganggap bahawa ia adalah awal mula segala sesuatu.

"Dan Firaun berkata, 'Wahai pembesar-pembesar, aku tidak tahu bahawa kamu mempunyai Tuhan selain dari aku'!" (28:38)

Meskipun pada akhirnya kaum Yahudi dibebaskan di bawah pimpinan Nabi Musa, kecenderungan mereka pada patung berhala masih sangat kental. Kecenderungan tersebut menjelaskan mengapa nama berhala Mesir masih tetap lekat pada lidah mereka.

"Dan Kami bawa Bani Israil menyeberangi laut, dan mereka datang kepada satu kaum yang bertekun pada patung-patung yang mereka empunya. Berkata, "Wahai Musa, buatkan untuk kami satu tuhan seperti tuhan-tuhan yang mereka empunya." Berkatalah dia (Musa), 'Sesungguhnya kamu adalah kaum yang bodoh'. "(7:138)

"Catholic Encyclopedia vol. 1 1907 "yang tadi telah kita kutip menghuraikan pula kaitan antara kata amen / amin yang biasa dilaungkan oleh umat Islam, Kristian, dan Yahudi, dengan mantra-mantra magis bangsa Mesir. Tentunya ini bukan semata kebetulan.

"Finally, we may note that the word Amen occurs not infrequently in early Christian inscriptions, and that it was often introduced into anathemas and Gnostic spells. Moreover, as the Greek letters which form Amen according to their numerical values ​​total 99 (alpha = 1, mu = 40, epsilon = 8, nu = 50), this number often appears in inscriptions, especially of Egyptian origin, and a sort of magical efficacy seems to have been attributed to this symbol. It should be mentioned that the word Amen is still employed in the ritual both of Jews and Mohammedans. "

Aum (dibaca: Om) secara am juga dikenali sebagai sebuah mantra agung yang digemakan berulang-ulang dalam laku spiritual.

"Let him recite the Gayatri Mantra prefixed with the mystic syllable Om, the mother of all the Vedic mantras" (Garuda Purana)

Mereka yang menolak adanya kaitan antara ucapan amen / amin dengan Amen si dewa berhala beralasan bahawa secara semantik ucapan amen / amin mempunyai erti tersendiri iaitu "dipercayai".

Tambahan lagi, mereka dakwa tidak pernah punya 'nawaitu' untuk menyeru patung batu yang berdiri di kuil Karnak Mesir tersebut dalam doa dan ibadahnya.

Kali ini saya mengajak anda meneliti ayat-ayat al-Quran yang menghuraikan tentang "sesuatu yang diseru selain Allah", dan kemudian membandingkannya dengan hipotesis yang menyatakan bahawa seruan amen / amin ditujukan kepada berhala.

Pertama, sesuatu yang diseru selain Allah itu tidak akan pernah membalas.

"Dan siapakah lebih sesat daripada orang yang seru selain dari Allah, yang tidak akan sahut dia hingga Hari Kiamat ..." (46:5)

Ke dua, mereka yang menyeru kepada sesuatu selain Allah itu tidak sedar apa yang sesungguhnya mereka sembah.

"... Dan mereka, lalai pada seruan mereka?" (QS 46:5)

Ke tiga, sesuatu yang diseru selain Allah itu berkemungkinan diseru dan nama Allah.

"Dan jangan seru tuhan yang lain berserta Allah, tidak ada Tuhan selain Dia ..." (28:88)

Ke empat, sesuatu yang diseru selain Allah itu berkemungkinan diseru pula di masjid-masjid. "Bahawasanya masjid-masjid adalah kepunyaan Allah, maka janganlah menyeru kepada selain Allah di dalamnya" (QS 72:18)

Kata-kata "menyeru / seruan" pada redaksional ayat-ayat di atas adalah terjemahan dari kata bahasa Arab "tad'u / yad'u" yang masih satu akar dengan kata doa. Terjemahan tersebut lebih tepat berbanding dengan kata "menyembah" sebagaimana yang umumnya kita temui pada terjemahan al-Quran bahasa Indonesia.

Sekarang anda perhatikan empat kenyataan mengenai "sesuatu yang diseru selain Allah" di atas satu persatu. Kesemuanya sesuai dengan amalan penyebutan amen / amin dalam kehidupan sehari-hari.

(1) Patung amen / amin tidak akan pernah membalas orang-orang yang siang malam memanggilinya;
(2) orang-orang yang memanggil amen / amin tidak sedar kalau yang mereka sembah itu adalah sebuah patung batu;
(3) amen / amin diseru dan nama Allah (Allah di awal doa, amen / amin di akhir doa);
(4) amen / amin diseru pula di dalam masjid-masjid secara teratur setiap hari.

Adanya makna kamus "dipercayai / mudah-mudahan" untuk kata amen / amin ternyata tidak melemahkan hipotesis bahawa seruan amen / amin adalah ditujukan kepada berhala. Malahan kewujudan makna kamus tersebut jadi salah satu faktor yang melalaikan para penyeru amen / amin dari sedari apa yang sesungguhnya mereka sembah.
Malangnya, ketiadaan niat tidak dapat jadi perisai kebenaran di hadapan Allah. Sila baca kembali surat 46:5 di atas, Allah tetap melabel "sesat" walaupun si penyeru tidak sedar (lalai) terhadap seruannya.

Konsekuensi Musyrik

Apakah selepas ini anda masih akan terus bertekun dengan seruan amen / amin atau tidak adalah sepenuhnya pilihan anda. Namun saya hanya ingin mengingatkan bahawa menyeru sesuatu selain Allah akan menjatuhkan pelakunya kepada kemusyrikan. Sebuah dosa yang

tidak akan diampuni oleh Allah.

"Katakanlah, 'Adakah kamu fikirkan sekutu-sekutu yang kamu seru selain dari Allah? Tunjukkanlah kepadaku apa yang mereka ciptakan di bumi, atau adakah untuk mereka satu sekutu di langit ?'..." (QS 35:40)

Tidak saja di dalam al-Quran, Bible juga mengingatkan hal yang sama untuk menjadi kepedulian bagi umat Kristian yang ingin memurnikan ketaatannya kepada Allah.

Dalam segala hal yang Kufirmankan kepada haruslah kamu berawas-awas; nama allah lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu. (Kel. 23:13)

Tersembunyi

Teks-teks peninggalan Mesir kuno menuliskan bahawa makna nama Amen diidentitikan dengan "tersembunyi" / "tidak kelihatan". Dalam anggapan pemujaan kepada dewa Amen dikatakan bahawa dia "tersembunyi dari anak-anaknya", dan "tersembunyi dari dewa-dewa dan manusia".

Rupanya tekad Amen untuk menobatkan dirinya sebagai "tuhan yang tersembunyi" cukup berhasil. Ribuan tahun umat dari agama-agama besar dunia memanggil-manggil namanya tanpa pernah mereka sedari. Amen dengan sangat rapi tersembunyi di balik lembaran-lembaran doktrin agama sebagaimana virus komputer membenam di dalam litar hard disk.

Tersanjunglah Allah yang telah turunkan al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan menjaganya dari segala bentuk penyimpangan. Mereka yang berpegang teguh kepada al-Quran akan terhindar dari menyeru amen / amin kerana hal demikian memang tidak pernah diajarkan di dalamnya.

Umat ​​Islam yang menyeru amen / amin hanyalah mereka yang tinggalkan al-Quran dan menggantikannya dengan kitab hadis. Kitab yang tidak dikenali oleh Nabi Muhammad, mahupun oleh tujuh generasi awal umat Islam.

"... Dan akhir seruan mereka: 'Segala puji bagi Allah, Pemelihara semesta alam'." (QS 10:10)

 

SALAM .......
 

Salamun alaikum, Terima Kasih. Kajian lanjut itu tentu datangkan banyak manfaat kepada para pembaca.

Sekali lagi, Terima Kasih.

Allah disanjung!

3.8.11 (Ramadan)

Halaman Utama   Terkini   Perpustakaan   Artikel   Bacaan   E-Mail   Hiasan   Kalimat Pilihan
Keratan Akhbar   Penemuan   Soalan Lazim   Sudut Pelajar   Senarai Penulis   English Articles

Tulis kepada Pengurus Laman